Mahasiswi Penerbitan Politeknik Negeri Media Kreatif

Selasa, 13 Mei 2025

Siapa Sangka Dari Tradisi, Jadi Tari yang Penuh Filosofi!

"Cah Rimba Aceh": Tarian Liar yang Penuh Jiwa, Menghidupkan Kembali Hikayat Pembukaan Lahan di Tanah Rencong

Di antara deru angin pegunungan dan bisik dedaunan rimba Aceh, lahirlah sebuah tarian yang bukan sekadar gerak, tapi menjadi nyanyian jiwa. “Cah Rimba Aceh”, sebuah mahakarya seni pertunjukan, membawa penontonnya menyelami kembali cerita leluhur tentang bagaimana manusia, tanah, dan alam semesta saling terhubung dalam keharmonisan yang sakral.



Sumber Foto: www.indonesiakaya.com


Tarian ini lebih dari sekadar ekspresi budaya—ia adalah napas kearifan lokal, sebuah narasi hidup tentang perjuangan masyarakat Aceh membuka lahan dengan tangan dan hati yang penuh hormat pada alam. Diciptakan oleh seniman-seniman daerah yang mencintai warisan tanah mereka, “Cah Rimba Aceh” menari bukan untuk pamer, melainkan untuk mengingatkan: bahwa membuka lahan bukan hanya urusan pertanian, tapi juga spiritualitas, etika, dan keberlangsungan hidup.


Melukis Tradisi Melalui Gerakan

Pertunjukan dimulai dalam keheningan. Penari-penari muncul dari balik tirai seperti bayangan-bayangan hutan, bergerak perlahan dengan gerakan yang menggambarkan kehidupan pagi di rimba. Mereka mengenakan baju kurung Aceh dengan warna-warna tanah dan daun, menyatu dengan suasana panggung yang menggambarkan lanskap hutan tropis. Di tangan mereka, alat-alat tradisional seperti parang, cangkul, dan bale (keranjang anyaman) menjadi properti utama—bukan hanya pelengkap, tapi simbol dari kerja keras dan keikhlasan.


Sumber Foto: www.indonesiakaya.com

Lalu musik mengalun: denting serune kalee menyayat, tabuhan rapa’i berdetak seperti jantung yang bergelora. Gerakan tari mulai berubah dinamis, menggambarkan masyarakat yang bekerja sama membuka lahan. Setiap langkah dan hentakan kaki menggambarkan gotong royong dan rasa saling percaya. Tidak ada satu pun gerakan yang dilakukan sendirian—semua ditampilkan dengan koordinasi yang menggambarkan solidaritas sosial.


Konflik: Ketika Hutan Melawan

Sumber Foto: Doc. Pribadi

Pertunjukan mencapai puncaknya saat hadirnya adegan dramatis: suara hewan buas menggema, lampu berpendar merah, dan para penari terkejut—mereka bukan hanya menghadapi alam, tapi juga harus menyadari batasnya. Binatang liar yang terusik karena habitatnya terganggu menjadi simbol bahwa manusia tak bisa semena-mena terhadap alam.

Dengan penuh semangat, penari memainkan seumalo—teriakan khas yang biasanya digunakan untuk mengusir hewan liar. Gerakan mereka menjadi cepat dan patah-patah, membentuk pertarungan antara manusia dan rimba yang mengancam. Namun pertarungan ini bukan tentang menang dan kalah, melainkan tentang negosiasi ruang hidup.

Inilah kekuatan utama dari “Cah Rimba Aceh”: ia tidak menyuguhkan kemenangan manusia atas alam, melainkan menampilkan titik temu di mana manusia belajar menghormati hutan dan semua penghuninya. Tarian ini menyampaikan pesan filosofis yang dalam—bahwa keharmonisan harus dijaga, bukan dirusak.


Akhir yang Penuh Hikmah

Sumber Foto: www.indonesiakaya.com

Setelah ketegangan mereda, suasana menjadi tenang. Para penari mulai membagikan lahan secara simbolis, dilakukan dengan gerakan melingkar dan saling memberi, menggambarkan nilai keadilan dan rasa syukur. Musik berubah menjadi lembut dan damai, seperti embusan angin sore yang menyejukkan.

Tarian ditutup dengan ritual syukur kepada alam: penari meletakkan daun-daunan dan air sebagai persembahan, simbol dari doa agar tanah yang dibuka membawa keberkahan, bukan kehancuran.


Lebih dari Sekadar Seni

“Cah Rimba Aceh” bukan hanya tarian tradisional, melainkan sebuah pengingat kolektif tentang pentingnya menjaga keseimbangan antara manusia dan alam. Di tengah isu global tentang krisis iklim, deforestasi, dan kerusakan lingkungan, tarian ini tampil sebagai suara dari masa lalu yang justru sangat relevan di masa kini.

Melalui pertunjukan ini, generasi muda diajak untuk memahami kembali nilai-nilai lokal yang kerap terlupakan. Bahwa dalam setiap ayunan parang, terselip doa dan kesadaran. Dalam setiap gerakan seumalo, ada rasa takut, tanggung jawab, dan cinta kepada bumi.

“Cah Rimba Aceh” telah tampil di berbagai festival budaya nasional dan internasional, dan selalu berhasil memukau penonton. Namun yang paling penting, ia terus menanamkan kesadaran: bahwa budaya bisa menjadi jembatan untuk menyatukan manusia dan alam dalam harmoni yang lestari.

Di tengah dunia yang terus berlari cepat, “Cah Rimba Aceh” mengajak kita berhenti sejenak. Mendengar suara rimba. Menari bersama semesta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

http://azzarahanynf.blogspot.com/2025/03/pesona-balimau-tradisi-minangkabau.html

Hiburan Tuan Muda

 "Hiburan Tuan Muda": Ketika Panggung Jadi Cermin Sosial dan Kritik Anak Muda Jakarta Jakarta, Mei 2025 — Gemerlap cah...

tari dibulan ramadan